Assalamu'alaikum...
Sering kita mendengar seseorang yang mengalami Kegagalan/masalah mengatakan mungkin karma kita yang buruk dikehidupan lalu atau mungkin nasib kita yang lagi apes atau sial.
Dan mungkin karma kita yang lalu yang membuat orang tersebut selalu bernasib baik dalam kehidupannya.
Menurut pandangan Tao, Kegagalan atau kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan, lebih diakibatkan karma yang mempengaruhi nasib seseorang ataukah ketidakmampuan diri sendiri dalam menjalani kehidupan ini ?
Dan mungkin karma kita yang lalu yang membuat orang tersebut selalu bernasib baik dalam kehidupannya.
Menurut pandangan Tao, Kegagalan atau kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan, lebih diakibatkan karma yang mempengaruhi nasib seseorang ataukah ketidakmampuan diri sendiri dalam menjalani kehidupan ini ?
Kegagalan yang dikatakan sebagai akibat nasib sial/apes yang diakibatkan hutang kehidupan lalu kita pun juga akan dikurangi bahkan dihilangkan. Kesuksesan yang dikatakan akibat piutang kehidupan lalu & hanya dimiliki oleh orang2 yang bernasib baik pun, kita dapat memiliki di kehidupan sekarang.
Menurut saya, dalam arti general, gagal atau sukses hanyalah tolak ukur yang dibuat manusia dan ditanamkan dalam pikiran kita.
Contohnya, seorang anak akan dipuji jika melakukan tindakan "baik", baik disini adalah tolak ukur dari orang tua. Diambil ekstrimnya nih, orang tua tsb memuji si anak yang mau berhantam dengan anak lain untuk membela diri.
Apakah baik menurut si orang tua ini adalah baik menurut orang tua lain?
Sewaktu dia dewasa, orang sekeliling dia akan mengatakan dia sukses/gagal dengan tolak ukur masyarakat tersebut juga. Apakah sukses menurut masyarakat tersebut adalah sukses menurut masyarakat lain?
Contohnya, seorang anak akan dipuji jika melakukan tindakan "baik", baik disini adalah tolak ukur dari orang tua. Diambil ekstrimnya nih, orang tua tsb memuji si anak yang mau berhantam dengan anak lain untuk membela diri.
Apakah baik menurut si orang tua ini adalah baik menurut orang tua lain?
Sewaktu dia dewasa, orang sekeliling dia akan mengatakan dia sukses/gagal dengan tolak ukur masyarakat tersebut juga. Apakah sukses menurut masyarakat tersebut adalah sukses menurut masyarakat lain?
Dari yang pernah saya baca, hal tersebut ada hubungan dengan inti takdir dari masing-masing manusia yang berbeda. Misalnya si A takdirnya berpenghasilan tiap bulan 50 ribu, dia sembahyang, nasibnya berubah jika sekali lipat maka tiap bulan menjadi 100 rb. Sedang si B takdirnya berpenghasilan 5 rb, dia juga sembahyang lebih rajin nasibnya pun berubah, jika dua kali lipatpun masih 15 rb.
Dari contoh diatas, seandainya tidak sembahyang kesempatan merubahpun tidak ada. Namun manusia tetap harus berusaha keras, karena 50% dari kita sendiri 50% dari Tuhan.
Dari contoh diatas, seandainya tidak sembahyang kesempatan merubahpun tidak ada. Namun manusia tetap harus berusaha keras, karena 50% dari kita sendiri 50% dari Tuhan.
Ketika seseorang putus asa, apa sih yang terjadi, apa yang dirasakannya? Dia akan merasakan terputusnya hubungan antara dirinya dan dunia luar. Dia merasa tidak Mampu lagi untuk mengikuti arus kehidupan yang akan dijalaninanya kelak. Tidak ada lagi alasan yang membuatnya bergerak agresif seperti sebelumnya.
Oleh karena itu, penting bagi kita menyadari dua perbedaan mendasar. Yaitu Realistis dan Imajinatif. Makna ataupun hukum dibalik ini sangat membantu kita untuk memetakan alur-alur kehidupan yang mengandung begitu banyak kendala yang – kadang-kadang – bisa terjadi. Kita ambil contoh seorang yang berputus asa akibat sesuatu hal. Katakanlah ia ternyata gagal membangun bisnisnya yang notabene modalnya didapat dari hasil jerih payahnya bekerja selama bertahun-tahun.
Penyesalan berhenti dari kerja membuat ia sangat frustasi. Belum lagi kecaman dari keluarga yang menambah besar rasa sesalnya. Singkat cerita, input negative yang bertubi-tubi membuat ia kehilangan kebanggaan atas dirinya sendiri. Hancur lebur seketika. Disini, si Dia, ternyata tidak realistis menjalani hidup. Dalam hal ini soal respon atas kegagalan. Bahwa semua hal selalu mengandung 2 hal berbeda yang kadang bahkan bisa dikatakan sering bertolak belakang. Gagal dan sukses. Ini tidak disadari dengan sepenuh hati, akibatnya ketidak-siapan mental. Telah membuat hatinya goyah sesaat.
Namun, untuk menetralisir rasa seperti itu, ada baiknya si Dia, menggunakan ilmu imajinernya. Ia perlu berkonsentrasi untuk membangun puing-puing bisnisnya lewat imajinasi yang positif. Dari situ, insyaAllah, jika si Dia optimis, maka bukan tidak mungkin imajinasinya bisa di sulap menjadi realita yang menyenangkan.
Bolehlah kita kalah dalam satu fase kehidupan. Tapi kita jangan melumpuhkan harapan kita. Tetap perlu terus di bangun harapan-harapan itu, lewat imajinasi terhandal kita. Biarkan saja untuk sementara anda merasa terpuruk, tapi jangan biarkan anda terjerumus dalam keterpurukan itu. Bangkit dan ayun lagi langkah terbaik yang anda miliki. Modal inti tetap ada pada anda. Bukan pada saya atau teman anda. Mereka semua itu hanyalah stimulus. Dan jadikanlah mereka sebagai stimulus positif, bukan sebagai hantu yang siap mendukung kegagalan anda.
Ringkasnya. Jangan remehkan imajinasi anda. Dan jangan pula menutup mata dengan realitas yang ada. Hadapi keduanya dan hanyutkan dalam satu langkah yang tegar, optimis dan teruslah berusaha.
Tulisan ini saya ambil dari beberapa sumber yang bertujuan agar dapat memotivasi diri saya sendiri dan juga para pembaca semuanya. Hidup itu tidak lepas dari kata "GAGAL" semua orang pasti pernah merasakannya, karena hidup itu harus tetap dijalani dengan diiringi usaha dan doa.
wassalam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar